Independence Day: Resurgence Terlalu Melodramatis

Aku termasuk salah satu yang menunggu-nunggu saat ada kabar bahwa akan dibuat sekuel Independence Day dengan judul Independence Day: Resur...

Aku termasuk salah satu yang menunggu-nunggu saat ada kabar bahwa akan dibuat sekuel Independence Day dengan judul Independence Day: Resurgence. Melihat trailer-nya, aku optimis film ini akan keren baget, apalagi dengan efek CGI yang udah keren banget. Lantas, aku langsung mastiin memesan kursi di bioskop pada Sabtu, 26 Juni 2016 untuk melihat sejauh apa film ini akan membuatku tertarik.




Sayangnya, semua di luar ekspektasi. Film ini terlalu cheesy. Aku sengaja enggak baca review dari tempat-tempat lain supaya bisa menilai sendiri. Ternyata, aku sependapat sama hampir 70% orang di luar sana yang udah nonton film yang baru rilis tanggal 22 Juni 2016 ini.

Kenapa begitu? Pertama, semua di film ini sangat dipaksakan. Aku enggak bisa menikmati alurnya. Ada beberapa bagian yang menurut aku enggak perlu terlalu ditonjolkan, tapi malah jadi sorotan. Mungkin kalian udah tau bahwa film ini mengambil latar 20 tahun setelah invasi pada 1996. Kalau di film sebelumnya ada Will Smith yang jadi pahlawan, di film ini, bisa kubilang enggak ada karakter yang keberanian dan pengorbanannya senyata Kapten Steven Hiller yang diperankan olehh Will Smith. Sebelum bahas lebih jauh, aku ceritain sedikit dulu story line-nya.



Pada 4 Juli 1996, umat manusia berhasil mengusir para alien yang menginvasi bumi untuk pertama kalinya. Setelah peristiwa itu, umat manusia bertekad untuk terus mengembangkan diri agar bisa mempersiapkan diri menghadapi serangan berikutnya. Mengadopsi teknologi senjata yang dimiliki oleh para alien yang kini menjadi tahanan di Area 51, umat manusia berhasil membuat senjata yang diduga mampu menghadapi para alien tersebut.

Ketakutan mereka pun terbukti. Sebuah benda bulat misterius yang besar tiba-tiba muncul di bulan. Melihat kemunculan yang tiba-tiba ini, Presiden Amerika Serikat tak mau tinggal diam. Umat manusia harus mengambil tindakan lebih dulu sebelum mereka menyerang. Sayangnya, kali ini mereka salah langkah. Tak lama setelah mereka berhasil menundukkan benda bulat raksasa misterius itu, sebuah kapal induk yang sangat besar muncul. Kali ini, besarnya sampai menutupi seluruh Samudra Pasifik.

Melihat kapal yang sangat besar dan berteknologi tinggi itu, pasukan khusus pun dikirimkan untuk menyerang kapal induk tersebut. Namun, hasilnya nihil. Ternyata bukan cuma manusia yang mempersiapkan diri selama 20 tahun ini. Para alien juga.

Sumber: cnet.com

Meski kelihatannya mereka sangat kuat dan umat manusia hampir tak ada harapan memenangkan pertempuran, nyatanya selalu ada jalan. Kegigihan dan tekad adalah senjata utama yang dimiliki umat manusia. Itulah yang akan menentukan nasib manusia selanjutnya.



Sebenarnya, enggak ada yang salah dengan jalan cerita film ini. Semua tampak baik-baik saja asalkan enggak ada terlalu banyak tokoh yang disorot yang membuat alurnya melebar ke mana-mana. Bahkan, menurutku idenya juga udah bagus karena membawa kengerian baru, yaitu alien yang juga berevolusi dan mempersiapkan diri untuk menghadapi manusia. Selain itu, umat manusia di film ini memang udah mapan dalam hal teknologi. Sayangnya, mereka gegabah, terlalu cepat mengambil keputusan, dan jadi terkesan bodoh. "Perang" semacam yang ada di film itu enggak seharusnya terjadi kalau para pemegang kekuasaan mau mendengarkan pendapat David Levinson (Jeff Goldblum). Jadi, ini adalah kesalahan fatal yang bodoh dan terlalu dibuat-buat.

Terlalu banyak karakter di sini membuat film ini jadi terlalu melodramatis. Aku bukannya merasa terharu atau sedih, malah jadi merasa konyol. Roland Emmerich agaknya udah kehilangan sentuhan atau terlalu terpaku pada durasi sampai-sampai semua hal dalam film ini terasa dibuat-buat. Dipaksakan. Di film ini juga enggak ada sosok yang benar-benar menjadi pahlawan. Bahkan pengorbanan mantan presiden AS, Thomas Whitmore (Bill Pullman) pun berakhir sia-sia dan tak perlu dikenang.

Bisa kubilang, karena terlalu berfokus pada teknologi, film ini kehilangan hal yang harusnya ada di film-film tentang "disaster", yaitu kemanusiaan. Yang ditonjolkan di film ini semua adalah tentang alien dan apa yang harus dilakukan untuk mengusir alien. Oke, kali ini alien datang dengan kapal induk yang lebih besar dan "ratu lebah" di dalamnya. Tapi, bukan berarti film ini cuma berisi adegan tembak-tembakan dan serangan satu sama lain. Aku jadi ragu apa ini benar-benar film sci-fi mengingat sedikit banget yang dibahas terkait science, lebih banyak omong kosongnya. Ini sebenarnya cuma film tentang bencana besar yang kebetulan melibatkan alien.


Pada akhirnya, film ini terlalu membosankan untuk durasi 119 menit. Kalau memang sejak awal mau mempertahankan durasi, seharusnya tak perlu terlalu banyak membahas karakter pilot-pilot muda yang bahkan membawa kesan apa pun. Beruntung, Jeff Goldblum masih di sana, membawa sedikit nafas segar dalam ceritanya. Beruntung juga, CGI-nya yang keren cukup bikin deg-deg-an di beberapa adegan. Tapi, aku merasa seharusnya masih banyak yang bisa digali lagi dan jadi sorotan utama di film ini. Mungkin akan lebih keren kalau bahasa aliennya dibahas lebih banyak dan benar-benar menjadi kunci penentu.

Bagiku, film ini terlalu santai dan tokoh-tokohnya terlalu tenang--bahkan hampir enggak terlihat ketakutan--menghadapi alien ini. Hasilnya, aku pun yang duduk di kursi penonton enggak merasakan ketegangan yang harusnya aku rasakan mulai dari 1/4 awal film.

You Might Also Like

0 comments